ETIKA BISNIS
GOOD CORPORATE GOVERNANCE
(GCG)
1.1 LATAR BELAKANG DAN TUJUAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)
a. Latar Belakang GCG
Good Corporate Governance atau dikenal dengan nama Tata Kelola Perusahaan Yang
Baik (selanjutnya disebut “GCG”) muncul tidak semata-mata karena adanya
kesadaran akan pentingnya konsep GCG namun dilatar belakangi oleh maraknya
skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar. Joel Balkan (2002)
mengatakan bahwa perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu
yang relatif tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat
dominan. Kekuatan tersebut terkadang mampu mendikte hingga ke dalam
pemerintahan suatu negara, sehingga mejadi tidak berdaya dalam menghadapi
penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yangberpengaruh
tersebut. Semua itu terjadi karena perilaku tidak etis danbahkan cenderung criminal
yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang memang dimungkinkan karena kekuatan
mereka yang sangat besar disatu sisi, dan ketidakberdayaan aparat pemerintah
dalam menegakkan hukum dan pengawasan atas perilaku para pelaku bisnis
tersebut. Disamping berbagai praktik tata kelola perusahaan dan pemerintahan
yang buruk. Salah satu dampak signifikan yang terjadi adalah krisis ekonomi
disuatu negara, dan timbulnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Sebagai akibat adanya tata kelola perusahaan yang buruk oleh
perusahan-perusahaan besar yang mana mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi
dan krisis kepercayaan para investor, seperti yang terjadi di Amerika pada awal
tahun 2000 dan tahun 2008 yang mengakibatkan runtuhnya beberapa perusahan besar
dan ternama dunia. Disamping juga menyebabkan krisis global dibeberapa belahan
negara dunia. Sebagai contoh, untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah
amerika mengeluarkan Sarbanes-Oxley Act tahun 2002. undang-undang
dimaksud berisikan penataan kembali akuntansi perusahaan publik, tata kelola
perusahaan dan perlindungan terhadap investor. Oleh karena itu, undang-undang
ini menjadi acuan awal dalam penjabaran dan penciptaan GCG diberbagai negara.
Konsep GCG belakangan ini makin mendapat perhatian masyarakat dikarenakan GCG
memperjelas dan mempertegas mekanisme hubunganantar para pemangku kepentingan
di dalam suatu organisasi yang mencakup:
a)
hak-hak para pemegang saham
(shareholders) dan perlindungannya,
b)
peran para karyawan dan pihak-pihak
yangberkepentingan ( stakeholders) lainnya
c)
pengungkapan (disclosure) yang
akurat dan tepat waktu
d)
transparansi terkait dengan struktur
danoperasi perusahaan
e)
tanggung jawab dewan komisaris dan
direksi terhadp perusahaan itu sendiri, kepada para pemegang saham dan
pihaklain yang berkrpentingan
1.2
PENGERTIAN, PRINSIP, DAN MANFAAT GCG
a. Pengertian GCG
·
Cadbury Committee of United Kingdom
Cadbury, Good Corporate Governance adalah prinsip yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara
kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan
pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya,
danstakeholder pada umumnya. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan
pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya.
·
Forum for Corporate Governance in
Indonesia FCGI (2006)
Pengertian Good Corporate Governance menurut Forum for Corporate
Governance in Indonesia – FCGI (2006) tidak membuat definisi tersendiri tetapi
mengambil definisi dari Cadbury Commite of Uniter Kingdom, yang kalau
diterjemahkan adalah: “seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu
system yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”
·
menurut Sukrisno Agoes (2006)
mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu
system yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, peran direksi, pemegang
saham, dan pemagku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga
disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan
perusahaan,pencapaiannya dan penilaian kinerjanya.
·
Organization for Economic
Cooperation and Development (OCED) ( dalam
Tjager dkk, 2004).
mendefinisikan GCG sebagai
suatu struktur yang terdiiri atas para pemegang saham, direktur,
manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan dan alat – alat yang
ingin yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.
·
Menurut Wahyudi Prakarsa (2007:120)
GCG adalah mekanisme administratif yang mengatur hubungan-hubungan
antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan
kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini
dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan permainan dan sistem intensif
sebagai kerangka kerja yang diperlukan untuk menentukan tujuan-tujuan
perusahaan dan cara-cara pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja yang
dihasilkan.
Konsep GCG
1. Wadah
|
Organisasi (perusahaan, social, pemerintah)
|
2. Model
|
Suatu system, proses dan seperangkart peraturan, termasuk
prinsip-prinsip, serta nilai-nilai yang melandasi praktik bisnis yang sehat
|
3. Tujuan
|
· Meningkatkan kinerja organisasi
· Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan
· Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang
signifikan dalam mengelola organisasi
· Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak
dirugikan
|
4. Mekanisme
|
Mengatur dan mempertegas kembali hubungan peran, wewenang dan
tanggung jawab
· Dalam arti sempit: antar pemilik/pemegang saham, dewan
komisaris, dan dewan direksi
· Dalam arti luas: antar seluruh pemangku kepentingan
|
b. Tujuan-tujuan GCG
Berdasarkan berbagai definisi GCG yang disampai di atas dapat diketahui ada
lima macam tujuan utama Good Corporate Governance yaitu
lima macam tujuan utama Good Corporate Governance yaitu
v
Untuk dapat
mengelola sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan efisien.
v
Untuk dapat
meningkatkan disiplin dan tanggung jawab dari organ perusahaan demi menjaga kepentingan para shareholder
dan stakeholder perusahaan.
v
Untuk meningkatkan
kontribusi perusahaan (khusunya perusahaan-perusahaan pemerintah) terhadap
perekonomian nasional.
v
Meningkatkan
investasi nasional; dan
v
Mensukseskan
program privat-isasi perusahaan-perusahaan pemerintah.
c. Prinsip-Prinsip GCG
Pelaksanaan good
corporate governance dilakukan dengan menggunakan
prinsip-prinsip
yang berlaku secara internasional. Prinsip-prinsip dasar ini
diharapkan menjadi
rujukan bagi para regulator (pemerintah) dalam
membangun framework
bagi penerapan good corporate governance. Prinsip-prinsip
dasar penerapan good
corporate governance yang dikemukakan oleh
Forum for Corporate
Governance in Indonesia (2001: 31) adalah sebagai
berikut :
·
Fairness (Perlakuan yang Setara)
Merupakan prinsip
agar para pengelola memperlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang
saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang
penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh
orang dalam (insider trading).
·
Transparency (Transparansi)
Hak-hak para
pemegang saham yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat waktu mengenai perusahaan, dapat ikut
berperan serta dalam pengambilan keputusan
mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuntungan
perusahaan.
·
Accountability (Akuntablitas)
Adalah Prinsip di
mana para pengelola berkewajiban untuk membina system akuntansi yang efektif
untuk menghasilkan laporan keuangan (financial
statement ) yang dapat dipercaya. Untuk itu diperlukan penjelasan fungsi,
pelaksanaan, dan pertanggungjawaban setiap organ sehingga pengelolaan berjalan
efektif.
·
Responsibility
(Prinsip Tanggung jawab)
Peranan pemegang
saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerja sama yang aktif
antara perusahaan serta pemegang kepemtingan dalam menciptakan kesejahteraan.
·
Indepandency (kemandirian)
Sebagai tambahan prinsip dalam pengelolaan BUMN, artinya suatu
keadaan dimana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat
professional, mandiri, bebas dari konflok kepentingan dan bebas dari tekanan /
pengaruh dari manapun yang bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku
dan prinsip – prinsip pengelolaan yang sehat.
·
Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Prinsip ini menuntut
adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat menjadi
faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang
adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
d.
Manfaat GCG
Penerapan konsep GCG
merupakan salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan terhadap investor dan
institusi terkait di pasar modal. Menurut Tjager dkk (2003) mengatakan bahwa
paling tidak ada lima alas an mengapa mengapa penerapan GCG itu bermanfaat,
yaitu:
·
Berdasarka survey yang telah dilakukan oleh McKinsey &
Company menunjukkan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan
terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
·
Berdasarkan berbagai analisis ternyata ada indikasi keterkaitan
antara terjadinya krisis financial dan krisis berkepanjangan di Asia denngan
lemahnya tata kelola perusahaan.
·
Internasionalisasi pasar – termasuk liberalisasi pasar financial
dan pasar modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
·
Kalau GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis system ini
dapat menjadi dasar bagi beberkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai
dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah.
·
Secara teoris, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut Mas Ahmad
Daniri (2005;14) jika perusahaan menerapkan mekanisme penerapan Good Corporate
Governance (GCG) secara konsisten dan efektif maka akan dapat memberikan
manfaat antara lain:
·
Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung
oleh pemegang saham akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
·
Mengurangi biaya modal (Cost of Capital).
·
Meningkatkan nilai saham perusahaan di mata publik dalam jangka
panjang.
·
Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan
perusahaan terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan
yang ditempuh perusahaan.
1.3
GCG DAN HUKUM PERSEORANGAN DI INDONESIA
Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1
angka 1 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 (“UUPT”), berbunyi: “Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut (“Perseroan”),
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini
serta peraturan pelaksanaannya”
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2007 dijelaskan alasan penggantian kegiatan perusahaan (perseroan) di
Indonesia yang didasarkan atas payung hukum Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995
menjadi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 adalah adanya
perubahan dan perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi , ekonomi,
harapan masyarakat tentang perlunya peningkatan pelayanan dan kepastian hukum,
kesadaran sosial dan lingkungan, sertatuntutan pengelolaan usaha yang sesuai
dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik. Beberapa ketentuan
lama yang masih relevan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995
masih dipertahankan. Namun ada beberapa ketentuan baru yang ditambahkan, antara
lain:
1. Dimungkinkan
mengadakan RUPS dengan memanfaatkan teknologi informasi yang ada seperti:
telekonferensi, video konferensi dan yang lainnya
2. Kejelasan mengenai
tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status badan hukum dan pengesahan
Anggaran Dasar Perseroan
3. Memperjelas dan
mempeertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris, termasuk
mengatur mengenai komisaris independen dan komisaris utusan
4. Kewajiban perseroan
untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan
Paling tidak diperlukan empat organ tambahan untuk melengkapi
penerapan GCG, yaitu:
1. Komisaris Independen
2. Direktur Independen
3. Komite Audit
4. Sekretaris Perusahaan
Komisaris Direktur Independen
Indra Surya dan ivan
Yustiavandana (2006) mengungkapkan ada dua pengertian independen terkait konsep
Komisaris Direktur Independen
tersebut
Pertama, Komisaris dan Direktur Independen adalah seseorang yang
ditunjuk untuk mewakili pemegang saham independen (pemegang saham minoritas).
Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perseroan, anggota Direksi dan Komisaris
diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, sedangkan keputusan yang diambil dalam
RUPS didasarkan atas perbandingan jumlah suara para pemegang saham
Kedua, Komisaris dan Direktur
Independen adalah pihak yang ditunjuk tidak dalam kapasitas mewakili pihak
manapun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan,
pengalaman dan keahlian profesional yang dimilikinya untuk sepenuhnya
menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan.
Keberadaan Komisaris
Independen telah diatur Bursa Efek Indonesia melalui
peraturan BEI sejak
tanggal 20 Juli 2001 mengenai beberapa kriteria tentang
Komisaris Independen
adalah sebagai berikut:
1.
Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan
pemegang saham Pengendali Perusahaan tercatat yang bersangkutan
sekurang-kurangnya enam bulan sebelum menunjukkan sebagai direktur tidak
terafiliasi.
2.
Tidak memiliki hubungan afiliasi Komisaris dan Direktur lainnya dari perusahaan Tercatat
yang bersangkutan.
3.
Tidak bekerja rangkap sebagai direksi pada perusahaan lain
4.
Tidak menjadi Orang Dalam pada lembaga atau profesi perpanjang
pada pasar modal yang jasanya digunakan oleh Perusahaan Tercatat selama enam
bulan sebelum penunjukan sebagai direktur
Komite
Audit
Menurut Subur (2003) yang dikutip I Putu
Sugiartha Sanjaya, syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota
Komite Audit adalah sebagaiberikut:
1. Anggota Komite Audit
harus memiliki keseimbangan keterampilan dan pengalaman dengan latar belakang
usaha yang luas.
2. Anggota Komite Audit
harus independen, objektif dan profesional.
3. Anggota Komite Audit
harus memiliki integritas, dedikasi, pemahaman yang baik mengenai organisasi,
lingkungan bisnis serta risiko dan kontrol.
4. Paling sedikit anggota
komite audit harus memiliki pengertian yang baik tentang analisa dan penyusunan
laporan keuangan.
5. Ketua Komite Audit
harus memiliki kemampuan untuk memimpin dan terampil berkomunikasi dengan baik.
Selain hal tersebut, menurut Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-41/PM/2003
menambahkan bahwa anggota Komite Audit tidak merangkap jabatan yang sama pada
perusahaan lain pada periode yang sama.
Keberadaan
Komite Audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor SE-03/PM/2002 (bagi
perusahaan publik) dan Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-103/MBU/2002
(bagi BUMN). Komite Audit terdiri dari sedikitnya tiga orang, diketuai oleh
Komisaris Independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen
serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Dalam
pelaksanaan tugasnya, Komite Audit mempunyai fungsi membantu Dewan Komisaris
untuk (i) meningkatkan kualitas Laporan Keuangan, (ii) menciptakan iklim
disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya
penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan, (iii) meningkatkan efektifitas
fungsi internal audit (SPI) maupun eksternal audit, serta (iv) Mengidentifikasi
hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan Komisaris/Dewan Pengawas.
Kewenangan
Komite Audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu DK, sehingga tidak
memiliki otoritas eksekusi apapun (hanya sebatas rekomendasi kepada DK),
kecuali untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari DK,
misalmya mengevaluasi dan menentukan komposisi auditor eksternal, dan memimpin
suatu investigasi khusus. Peran dan tanggung jawab Komite Audit akan dituangkan
dalam Charter Komite Audit yang secara umum dikelompokkan menjadi tiga
bagian besar, yaitu financial reporting, corporate governance, dan risk
and control management.
Pada
akhirnya, suatu Dewan Komisaris yang aktif, canggih, ahli, beragam dan yang
terpenting independen yang menjalankan fungsinya secara efektif dan dibantu
oleh Komite Audit adalah yang paling baik untuk ditempatkan dalam memastikan
implementasi Good Corporate Governance berjalan dengan baik
sehingga kecurangan (fraud) maupun keterpurukan bisnis dapat dihindari.
(Alison)
Sekretaris Perusahaan (Corporate
Secretary)
Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat
tinggi dan strategis karena orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai pejabat
penghubung (liason officer) tau
semacam public relations/ investor
relations antara perusahaan dengan pihak diluar perusahaan.tugas utama sekretaris perusahaan
antara lain menyimpan dokumen perusahaan, Daftar Pemegang Saham, risalah rapat
direksi dan RUPS, serta menyimpan dan menyediakan informasi penting lainnya
bagi kepentingan seluruh pemangku kepentingan.
1.4
GCG DAN BUMN, PENGAWASAN
PASAR MODAL DAN PERBANKAN
a. GCG Dalam Badan Usaha Milik
Negara (BUMN)
Pada awalnya
tujuan dibentuknya BUMN adalah merupakan penjabaran dan implementasi pasal 33
ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Bumi dan air kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.” Berdasarkan peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga jenis bentuk
hukum BUMN yaitu Persero, Perusahaan Umum (Perum), dan perusahaan jawatan
(Perjan). Tjager dkk (2003) selanjutnya mengungkapkan bahwa rendahnya kinerja
BUMN ini ada kaitannya dengan belum efektifnya penerapan tata kelola perusahaan
yang baik di BUMN tersebut. Contohnya pemberian remunerasi yang berlebihan
kepada direksi. Tujuan GCG diatur dalam pasal 4 adalah:
·
Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara
meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung
jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara
nasional maupun internasional.
·
Mendorong pengelolaan BUMN secara
professional, transparan, dan efesien, serta memberdayakan fungsi dan
meningkatkan kemendirian organ.
·
Mendorong agar organ dalam membuat
keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran
akan adanya tanggung jawab social BUMN terhadap para pemangku kepentingan
maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
·
Meningkatkan kontribusi BUMN dalam
perekonomian nasional.
·
Menyukseskan program privatisasi.
b. GCG dan Pengawasan Pasar Modal
di Indonesia
Secara formal,
pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar dimana berbagai instrument
keuangan jangka panjang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang maupun
modal sendiri, baik yang terbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan swasta.
Keberadaan pasar modal ditentukan oleh lembaga-lembaga penunjang pasar modal,
antara lain:
1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan;
2. Bursa Efek;
3. Lembaga Kliring;
4. Investor;
5. Akuntan public;
6. Notaris;
7. Konsultan hukum.
c.
Good Corporate Governance
Perbankan di Indonesia
Menyadari tata
kelola perbankan di Indonesia masih lemah, dalam upaya menata kembali manajemen
dan kegiatan perbankan di Indonesia, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan No
8/4/PBI/2006 pada tanggal 30 januari 2006 tentang implementasi GCG oleh
Bank-bank komersial. Secara garis besar, peraturan ini mengatur tentang:
a. Prosedur pengelolaan melalui penerapan prinsip transparansi,
akuntabilitas, tanggung jawab, independensi dan kesetaraan
b. Tujuan implementasi GCE, minimal untuk merealisasikan:
·
Kejelasan tugas dan tanggung jawab
Dewan komisaris dan Dewan Dereksi
·
Kelengkapan dan implementasi tugas
komite dan unit pelaksana fungsi internal audit bank
·
Kinerja ketaan, fungsi auditor
internal dan eksternal
·
Implementasi manajemen resiko
termasuk system pengendalian internal
·
Ketentuan dalam pihak-pihak terkait
dan dana dalam jumlah besar
·
Rencana strategi bank
·
Transparansi kondisi keuangan dan
non-keuangan
c. Jumlah komposisi, kriteria dan independensi Dewan Komisaris
d. Jumlah, komposisi, kriteria dan independensi Dewan Direksi
e. Komite
f. Ketaatan, Fungsi Auditor Eksternal dan Internal
g. Implementasi Management Resiko
h. Ketentuan Dana
i. Rencana Strategis Bank
j. Aspek Transparansi Kondisi Bank
k. Konflik Kepentingan dan Pelaporan Internal
l. Laporan dan Asesmen Implementasi GCG
m. Implementasi GCG di Cabang Luar Negeri
n. Sanksi-sanksi
o. Ketentuan Peralihan
p. Ketentuan Penutup
itu dari sumber bukunya apa gan?
BalasHapus